Khutbah Jumat: Hawa, Nafsu dan Syahwat

157
KH Syamsul Yakin

Oleh: KH Syamsul Yakin
Waketum MUI Kota Depok

Untuk memahami hawa, nafsu, dan syahwat pertama perlu diperhatikan apa yang dikemukakan Umar bin Khaththab. Menurutnya, hawa itu lautan dosa sedangkan nafsu itu lautan syahwat. Lalu apakah syahwat itu dan bagaimana kaitannya dengan hawa dan nafsu itu sendiri?

Sebelum bicara tentang syahwat, perlu dipahami lebih dahulu ihwal hawa dan nafsu. Menurut Syaikh Nawawi dalam Nashaihul Ibad, hawa itu dorongan bagi nafsu untuk mengikuti syahwat yang tidak dibenarkan syariah. Bisa dikatakan hawa itu adalah dorongan atau rangsangan.

Sementara nafsu secara bahasa adalah diri. Kalau mengacu kepada terminologi surah Yusuf/12 ayat 53, nafsu itu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang dirahmat. Kalau dikatakan nafsu sebagai lautan syahwat artinya, menurut Syaikh Nawawi, itu adalah nafsu amarah.

Perbedaan antara hawa dan nafsu terletak pada bahwa hawa itu sifat sedangkan nafsu itu zat. Hawa itu sifat bagi nafsu yang membuat nafsu terangsang atau terdorong untuk melakukan sesuatu. Kalau yang dilakukan itu baik jadilah nafsu yang dirahmati. Jika sebaliknya itulah nafsu amarah.

Ayat berikut ini membantu membedakan hawa dan nafsu, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan nafsunya dari rangsangan hawa, maka sesungguhnya surga tempat tinggalnya” (QS. al-Naaziat/79: 40-41).

Dalam ayat ini nafsu bisa dimaknai diri. Menurut pengarang Tafsir Jalalain nafsu yang dimaksud dalam ayat ini adalah nafsu amarah. Rangsangan atau hawa dapat menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan disebabkan memperturutkan kemauan. Jadi jelas hawa itu sifat dan nafsu itu zat.

Pendek kata, hawa itu bersifat merangsang nafsu atau mendorong diri. Dari sini dapat diterka bahwa syahwat muncul bukan dari hawa tapi dari nafsu. Hawalah yang juga mendorong syahwat hingga kian menjadi-jadi, baik syahwat terhadap wanita, harta, dan kuasa. Semakna dengan syahwat adalah birahi.

Syahwat dapat terpenuhi secara halal, baik syahwat kepada lawan jenis, harta, dan juga kuasa. Syahwat semacam ini adalah nafsu yang dirahmati. Peranan hawa adalah mendorong nafsu dan syahwat baik yang dirahmati atau tidak untuk menikmati kelezatan. Inilah posisi hawa, nafsu, dan syahwat

Tentang syahwat Nabi bersabda, “Sesungguhnya di antara yang aku takutkan menimpa kalian adalah syahwat mengikuti nafsu (amarah) pada perut dan pada kemaluan kalian serta fitnah-fitnah yang menyesatkan” (HR. Ahmad). Namun syahwat tidak harus dikekang tapi dikendalikan agar mengikuti nafsu yang dirahmati.

Terakhir, ada ruh, hati, dan nafsu. Nafsu menurut Syaikh Nawawi, adalah tempat berlabuhnya kejahatan dan akhlak tercela. Sedangkan tempat berlabuhnya kebaikan, menurut Imam al-Qusyairi dalam Risalah al-Qusyairiyah adalah ruh dan hati. Manusia dilengkapi ketiganya oleh Allah. Berbeda dengan malaikat yang tidak beri nafsu.

Pertanyaan yang tersisa adalah nafsu yang mengikuti syahwat atau syahwat yang mengikuti nafsu?*

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here