Ketua LPM Sebut Kebijakan KCD Legalkan Pungutan di Sekolah Tambah Beban Orang Tua Siswa

197
ilustrasi

Limo | jurnaldepok.id
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Meruyung, Kecamatan Limo, Supian Derry menyesalkan pernyataan Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan wilayah II Kota Depok dan Kota Bogor, Asep Sudarsono yang seolah melegalkan pungutan uang sumbangan disekolah Negeri untuk keperluan operasional sekolah.

“Saya tidak sependapat dengan pernyataan KCD yang membolehkan pungutan sumbangan di sekolah negeri karena uang operasional sekolah negeri sudah disediakan pemerintah melalui Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Itu makanya pemerintah mengumumkan bahwa sekolah negeri bebas dari pungutan biaya alias gratis,” ungkap Supian, kemarin.

Meskipun dalam pernyataannya Asep mengatakan, pungutan sumbangan dapat dilakukan kepada orang tua murid yang mampu dan membebaskan pungutan bagi orang tua siswa tidak mampu, namun hal itu tidak terjadi pada sekolah negeri yang melakukan pungutan sumbangan.

“Artinya pada umumnya penetapan uang sumbangan diberlakukan untuk semua murid dengan besaran nilai sumbangan yang sudah ditetapkan. Saya menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait banyaknya sumbangan yang dipungut oleh sekolah negeri yang diberlakukan untuk semua siswa tanpa ada pengecualian. Perlu dicatat, pada praktiknya tidak ada pihak sekolah yang melakukan pungutan sumbangan hanya kepada siswa mampu saja melainkan semua siswa,” tegasnya.

Dia mengatakan, tidak semua orang tua murid di sekolah negeri masuk dalam kategori mampu. Bahkan, lanjut dia, lebih dari separuh jumlah siswa orang tuanya masuk dalam golongan tidak mampu yang hanya bisa mengeluh saat ada penetapan pungutan uang sumbangan dari sekolah.

“Banyak pungutan sumbangan yang nilainya sangat besar namun tidak menyentuh pada urgensi penyelenggaraan pendidikan, seperti pungutan uang tour, uang berkemah dan kegiatan lainnya yang nilainya sangat besar dan memberatkan orang tua murid,” katanya.

Dirinya sangat setuju jika ada pihak-pihak yang ingin membantu biaya pendidikan di sekolah negeri, tapi bukan dari orang tua siswa melainkan bantuan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

“Karena orang tua murid sudah sangat berat memikul banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk menyekolahkan anaknya, mulai dari uang seragam dan uang tetek bengek lainnya,” jelasnya.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Forum Pemuda Limo (FPL), Lukman Hakim. Dikatakan Lukman, sejak pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah negeri tingkat menengah atas (SLTA) diserahkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, membuat pengawasan pelaksanaan pendidikan SLTA relatif lengang dan kondisi ini kerap dimanfaatkan oleh para oknum praktisi pendidikan di sekolah untuk mengeluarkan kebijakan tidak populer di antarannya menetapkan pungutan kepada siswa.

“Ya, semenjak pengelolaan sekolah negeri tingkat atas dilakukan oleh Diknas Provinsi, kelihatannya pihak sekolah semakin berani untuk mengeluarkan kebijakan yang terkadang memberatkan orang tua murid. Seperti pungutan uang untuk menunjang operasional pendidikan di sekolah yang kerap dibebankan kepada orang tua murid, ini harus jadi catatan kita semua,” tutupnya. n Asti Ediawan

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here