


Oleh: KH Syamsul Yakin
Pengasuh Ponpes
Darul Akhyar
Dalam al-Majalis al-Saniyah, Syaikh al-Fasyani mengutip hadits Nabi riwayat Imam Bukhari, “Niat orang beriman lebih baik ketimbang amalnya”. Tentu ini sontak menimbulkan pertanyaan menarik. Seperti apa itu niat? Apa itu amal? Mengapa niat lebih baik dari amal?
Sebenarnya, hadits ini muncul ketika Syaikh al-Fasyani menjelaskan hadits tentang niat dalam kitab Arbain Nawawi, karya Imam Nawawi. Hadits Nabi itu berbunyi, “Sesungguhnya amal itu tergantung niat. Sesungguhnya setiap orang hanya memperoleh apa yang dia niatkan”.

“Maka orang yang niat hijrahnya itu menuju Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu pasti menuju Allah dan rasul-Nya. Lalu orang yang niat hijrahnya untuk urusan dunia, dia akan mendapatkannya. Begitu juga, orang yang niat hijrahnya demi seorang wanita, maka dia akan menikahinya. Jadi hijrah itu tergantung kemana seseorang menuju” (HR. Bukhari).
Ulama fikih Syaikh al-Fasyani dan Syaikh Salim Sumair dalam Safinatun Najah menyebut niat itu, secara etimologis, menyengaja melakulan sesuatu. Sedangkan secara terminologis adalah sengaja melakukan sesuatu seraya mengiringinya dengan perbuatan. Jadi yang kita sebut niat selama ini adalah lafadz atau ucapan niat.
Bagi Syaikh al-Fasyani yang dimaksud amal adalah perbuatan fisik yang dilegitimasi syariah, bentuknya bisa berupa perbuatan itu sendiri atau ucapan orang beriman. Shalat, misalnya, itu adalah amal orang beriman yang meliputi gerakan dan ucapan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Pahala shalat tergantung niat yang ada di kalbu orang yang shalat.
Lalu apa yang dimaksud dengan frasa, “Niat lebih baik dari amal?”. Syaikh al-Fasyani menjelaskan, pertama, karena niat tanpa amal dari orang beriman lebih baik dibandingkan amal tanpa niat. Kedua, pahala niat itu lebih banyak dibandingkan amal yang dikerjakan dengan tanpa niat.
Ketiga, tulis Syaikh al-Fasyani, karena niat orang beriman itu dapat menghantarkan pada tujuan yang diniatkannya, apabila amal itu sendiri tidak dapat menggapainya. Mengapa? Karena niat itu sendiri didedikasikan untuk beribadah kepada Allah. Misalnya, orang yang hidup seribu tahun bisa beribadah senilai usianya apabila dia niat. Tapi amalnya tidak bisa mencapai nilai ibadah seribu tahun.
Terakhir, dalam asbabul wurud hadits itu terungkap, tulis al-Fasyani, bahwa Nabi menjanjikan pahala bagi penggali sumur. Lalu Utsman berniat merealisasikannya. Namun ada orang kafir yang menggali sumur itu lebih dulu. Spontan Nabi bersabda, “Niat orang beriman itu (maksudnya Utsman) lebih baik dari amalnya (orang kafir tersebut)”. Itulah serangkaian makna frasa, “Niat lebih baik dari amal”.*

