


Margonda | jurnaldepok.id
Warga mengaku keberatan dengan wacana adanya pembelian minyak goreng (Migor) curah menggunakan aplikasi PeduiLindungi. Meski wacana tersebut dalam rangka meminimalisir penimbunan yang menyebabkan kelangkaan.
“Semestetinya ada solusi lain dari pemerintah. Tidak semua ibu rumah tangga mengerti memakai ponsel pintar menggunakan aplikasi,” ujar Vera, seorang warga Depok, kemarin.
Senada dengan hal itu, Mardiah warga Kecamatan Sukmajaya, juga menyampaikan hal yang sama. Baginya hanya untuk membeli minyak goreng tidak perlu hal-hal yang mempersulit.

Ia mengatakan, semestinya pemerintah daerah melalui DPRD dan Pemerintah Kota Depok bisa menyuarakan saran dan masukan kepada pemerintah pusat.
“Pemerintah daerah bersama lembaga legislatif bisa memberikan saran dan solusi lain terhadap wacana itu. Karena itu konyol bagi saya,”katanya.
Dirinya mengaku bahwa aturan tersebut membuat ribet terutama untuk ibu-ibu seperti dirinya.
“Enggak masuk, mau beli minyak goreng malah ribet,” jelasnya.
Meski sudah vaksin tiga kali, dirinya tidak mempunyai aplikasi PeduliLindungi di telepon genggamnya.
“Enggak ada (aplikasi PeduliLindungi), enggak tahu yang begituan,” terangnya.
Dia menambahkan, masyarakat yang memiliki aplikasi PeduliLindungi hanya yang tinggal di kota, sementara yang tinggal di desa sangat sedikit apalagi sinyal internet yang sulit.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri, meuturkan, kebijakan pemerintah terhadap minyak goreng selalu berubah dan tak konsisten.
“Padahal, banyak kendala di lapangan yang belum teratasi secara tuntas. Menjual minyak goreng curah dari program pemerintah seharga Rp 14 ribu per liter tidak memberikan keuntungan besar. Hanya Rp 1.000 per liter. Namun syarat yang harus dipenuhi menyulitkan pedagang,” tanggapnya.
Selain itu, jika terdapat data volume penjualan yang tak sesuai, pedagang tak akan mendapatkan lagi pasokan dari distributor yang ditunjuk pemerintah. Saat ini, pemerintah pusat bakal menerapkan aturan pembelian minyak goreng curah menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau memakai Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Sekitar 11,7 persen pedagang kami yang menjual minyak goreng curah itu sudah tidak berjualan lagi karena syarat terlalu ribet. Sudah nyerah,” ungkapnya.
Menurutnya, sistem penjualan saat ini yang menggunakan KTP saja sudah cukup memberikan pekerjaan tambahan bagi pedagang dan konsumen. Ikappi menilai, kementerian teknis yang menyusun kebijakan kurang melihat kondisi riil di lapangan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, pemerintah akan melakukan sosialisasi dan transisi perubahan sistem penjualan dan pembelian minyak goreng curah.
Sementara masyarakat yang belum punya PeduliLindungi, bisa membeli dengan menunjukkan NIK untuk bisa mendapatkan minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi (HET).
Pembelian minyak goreng curah di tingkat konsumen pun akan dibatasi maksimal 10 kilogram untuk satu NIK per hari, dan dijamin bisa diperoleh dengan HET Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per kilogram. n Aji Hendro

