Cipayung | jurnaldepok.id
Mantan politisi Partai Golkar, Babai Suhaimi resmi putar haluan menjadi kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Nama Babai pun telah masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) di KPU Kota Depok. Dia pun menuturkan kenapa dirinya kepincut untuk bergabung ke partai yang berbasis kaum Nahdliyin itu.
“Kemarin saya bergabung di partai nasionalis yang boleh dibilang secara umum bergerak dan sedikit konsentrasi keagamanya. Tentu beda dengan partai yang dilahirkan oleh para ulama,” ujar Babai kepada Jurnal Depok, kemarin.
Di sisi lain, sambungnya, nilai-nilai semangat keagamaan dan semangat ibadah menjadi suatu bagian yang tidak bisa terpisahkan. Dirinya menilai adanya konflik di Partai Golkar bukan menjadi sebuah bagian dirinya pindah ke PKB.
Namun, kata dia, berbicara seorang politisi yang ingin berbuat yang terbaik untuk masyarakat.
“Bicara konflik di mana pun akan ada konflik, tinggal menyikapinya saja. Toh paska saya (tidak di Golkar,red) kemarin ada konflik lagi. Namun saya tidak melihat itu, akan tetapi saya melihat pada keseimbangan. Ternyata antara kemapanan dan kematangan beragama dengan kematangan dalam berpolitik ini tidak bisa dipisahkan, dan saya melihat itu ada di PKB,” paparnya.
Terlebih, mantan bakal calon wakil walikota Depok 2015 lalu mengklaim banyak didukung oleh para ulama baik yang ditujukan untuk dirinya pribadi maupun partainya. Tak hanya itu, dirinya juga merasa yakin pemilihnya yang sebanyak 12 ribu pada pileg 2014 lalu masih setia untuk mendukungnya.
“Yakin, saya sudah melakukan sosialisasi dan konsolidasi. Bahkan saya juga telah melakukan pemetaan kepada para konsituennya. Saya memilih PKB juga berdasarkan hasil poling dan keinginan pendukung sekaligus pemilih saya yang dulu di Golkar. Mayoritas mereka meminta kepada saya agar memilih partai yang dekat dengan nilai-nilai agama,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini masyarakat tergiring dalam pola pikir bahwa nilai-nilai agama harus menjadi yang terdepan dari politisi, terlebih dari beberapa kasus korupsi dan lainnya.
“Dari apa yang terjadi dapat dilihat partai mana yang terbesar dan terbanyak kadernya melakukan korupsi. Ketika agama tidak menjadi bagian dalam langkah politik maka itu akan menjadi persoalan, saya enggak salah partai,” pungkasnya. n Rahmat Tarmuji