


Margonda | jurnaldepok.id
Orangtua mahasiswa Universitas Gunadarma korban bullying MF, Mansur ( 67) menyayangkan peristiwa yang dialami putra bungsunya tersebut. Dirinya mengaku sangat terpukul mengetahui anaknya diperlakukan tidak adil seperti itu.
“Saya tahunya dari kakak nya anak saya ini. Dia lihat tayangan nya di HP. Kemudian beritahu kan ke saya. Tentu kaget dan ibunya langsung nangis,” ujar Mansur di kediaman nya yang berlokasi di Jalan Kemenyan RT 07 RW 05 Ciganjur Jakarta Selatan.
Dia memaparkan berdasarkan keterangan anaknya, ia sudah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari semester pertama. Saat ini MF semester dua Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma.



“Waktu kejadian yang viral itu anak saya nggak cerita. Dia tertutup dan tidak mau merepotkan orangtuanya. Jadi disimpan sendiri. Terus terang saja sejak Minggu lalu kami nggak makan, selera makan hilang. Jujur saja kami sakit hati, anak kami diperlakukan seperti itu,” terangnya.
Ia mengaku jika pelaku bullying tersebut sudah meminta maaf secara langsung kepada anaknya dan juga kepada dirinya.
“Pelakunya ada dua orang yang datang, yang lainnya belum. Kemudian ada 20 orang lain yang merupakan teman sekelasnya. Yang pelaku ini meminta maaf dan mengakui perbuatannya,” aku Mansur.
Meski demikian dirinya belum memberikan maaf kepada para pelaku yang telah membully anaknya. “Kami belum terima permintaan maaf nya, mereka juga nggak bilang alasan berbuat seperti itu apa. Cuma meminta maaf saja,” tambahnya.
Ia pun menolak jika anaknya MF disebut anak berkebutuhan khusus. Pihak kampus dan psikolog juga sudah mendatangi rumahnya dan mewawancarai MF.
“Waktu di wawancara dia lancar kok jawab nya. Dia punya SIM A dan SIM C, ke kampus naik motor. Kalau sudah dirumah memang dia jarang keluar rumah. Dia seneng baca buku. Tapi kadang juga keluar rumah sama keponakannya,” tuturnya.
Saat ini pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kampus untuk memproses masalah tersebut. Namun dirinya juga tidak merasa keberatan jika anaknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
“Saya setuju saja jika harus ada diagnosa. Terkait tuntutan kepada pelaku, sesuai tata tertib kampus saja, jika tidak puas dengan keputusan kampus insya Allah mau tempuh jalur hukum. Cuma kan nggak bisa mendahului takdir, ” tutupnya. nNur Komalasari

