Pradi-HTA Enggak Puas

344

Margonda | jurnaldepok.id
Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diambil alih oleh provinsi dan menerapkan system zonasi menuai polemik. Bahkan, Wakil Walikota Depok, Pradi Supriatna dan Ketua DPRD Depok, Hendrik Tangke Allo mengaku tidak puas dengan system dan kebijakan tersebut.

“Dipikir saya puas?, saya nggak puas lah dengan system yang sekarang ini. Ini kan otonomi daerah, seharusnya daerah yang kelola itu,” ujar Pradi kepada Jurnal Depok, Kamis (13/7).

Ia menambahkan, bahwa ada beberapa hal PPDB di tingkat SLTA yang menjadi catatannya. Terlebih saat ini menggunakan system online yang dinilainya masih menemui banyak kendala penginputan data.

“Ada beberapa bukti, daftarnya di Depok masa lulusnya di Bogor, kan nggak lucu. Juga tidak sesuai zonasi. Komitmen porovinsi bagi data yang sudah diinput tidak akan hilang,” paparnya.

Ditegaskannya, bahwa MoU dengan pemerintah kota itu tidak ada. Pradi juga mengaku tidak mengetahui jika ada MoU dengan TNI/Polri terkait PPDB.

“Saya tidak bisa bilang ada atau tidak ada, yang jelas saya tidak tahu yang berkaitan dengan itu,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua DPRD Depok, Hendrik Tangke Allo. Ia mengatakan seharusnya tidak boleh ada satu pun anak Depok yang tidak sekolah. Hendrik juga mengaku prihatin dengan carut marutnya system PPDB di Depok yang seolah selalu terulang setiap tahunnya.

“Persoalannya sekarang adalah ketidaktersediaan sarana sekolah. Apalagi dengan kebijakan pemerintah pusat saat ini bahwa urusan sekolah SMA/SMK diambil alih oleh provinsi, ini kan menjadi persoalan. Belum tentu pihak provinsi tahu persoalan yang ada di Depok,” tandasnya.

Namun begitu Hendrik tak mau bergelut di persoalan tersebut dan harus ada solusi dari Pemkot Depok bagaimana berkoordinasi dengan pihak provinsi.

Ketika disinggung adanya siswa titipan Hendrik mengatakan bahwa dirinya belum melihat. Namun, kata dia, terkait adanya MoU dari instansi lainnya dirinya menyayangkan hal itu.

“Intinya, mau titip menitip apapun bentuknya yang jelas anak-anak harus sekolah. Kalau anggota DPRD memiliki kewajiban memfasilitasi masyarakat untuk mendapat pendidikan, kalau orang menganalogikan titip menitip, ya itu urusan orang,” tanggapnya.

Hendrik memiliki prinsip semua warga Depok harus sekolah dan tidak boleh ada yang tidak sekolah.

“Anggota DPRD dan stakeholder harusnya bisa memperjuangkan, agar anak-anak tidak putus sekolah. Istilah titip menitip itu berasal dari oknum, kami DPRD berkewajiban memfasilitasi anak-anak agar bisa sekolah,” pungkasnya. n Rahmat Tarmuji

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here