
Gelendong awan kini tengah menggelayuti langit sepakbola Kabupaten Bogor. Setelah dua pemain sepakbola andalan Kabupaten Bogor yakni Redi dan Ryan terdepak dari tim PON XIX Jabar dengan alasan status Profesional.
Kini kabar kurang bagus harus jadi kenyataan yang ditelan masyarakat sepakbola Kabupaten Bogor terkait gagalnya Persikabo melakukan pertandingan tandang ke Bengkulu.
Kondisi finansial Persikabo saat ini semakin mengkhawatirkan, hal itu terlihat dari tidak berangkatnya Persikabo melakoni debut away ke Bengkulu akhir pekan lalu dalam lanjutan turnamen TSC Level B .
Banyak kalangan sepakbola di Kabupaten Bogor menilai, kondisi Persikabo saat ini ibarat nasi sudah jadi bubur. Penulis tidak sepaham dengan perumpamaan tersebuty. Karena sebenarnya hal itu bisa dihindari kalau dari awal managemen PT Cikeas Putra Pratama mau memaknai petemuan di ruang rapat KONI Kabupaten Bogor beberapa waktu lalu .
Jika pada waktu itu terjadi sinergitas yang bagus, mungkin saat ini istilah “Nasi Bukan Bubur “ bisa jadi penyelamat krisis financial yang melanda Persikabo
Dalam pertemuan tersebut hadir semua perwakilan elemen penting yang tujuannya untuk mencari solusi buat Persikabo seperti perwakilan Pemkab Bogor H. Didi Kurnia selaku kepala Inspektorat, HM Rusdi AS ( KONI Kabupaten Bogor ), elemen suporter, perwakilan dari PT Karadenan Jaya dan perwakilan dari PT Cikeas Putra Pratama selaku pengelola Persikabo saat ini .
Saat ini bukan waktunya untuk menunjuk siapa yang salah dan siapa yang benar , tidak pantas juga mencari kambing hitam dari persoalan ini. Apalagi kambing hitam yang sesungguhnya harganya kian mahal saja di saat musim haji .
Solusi yang harus dilakukan adalah segera melakukan mediasi semua elemen yang memang mencintai Persikabo tanpa saling menyalahkan, tanpa saling menuding dan tanpa mencari cari kesalahan baru atau membuka kesalahan yang lalu .
Tidak perlu debat kusir atau diskusi begono begini di warung kopi, karena akan membuat bête pemilik warung , apalagi kalau ujung ujungnya kasbon dulu .
Semua harus duduk bareng mencari jalan keluar agar yang namanya Nasi harus tetap Nasi , karena secara fisik Nasi Buka Bubur, fisik Nasi beda dengan fisik bubur , walaupun sama sama berasal dari beras .
Silahkan terjemahkan paparan ini dengan pemikiran jernih dan hati bersih. Tanpa ada kecurigaan satu sama lain. Semua harus berpikir positif, dan bisa merasakan rasanya nasi yang tidak terasa basi di lidah .
Penulis tidak punya tendensi apapun dalam konteks ini. Penulis hanya berharap “Payung Hitam “ segera menjauh dari langit sepakbola Kabupaten Bogor.
Jika air mata ini bisa bicara, mungkin beribu tanggalan di almanak yang harus jadi editornya untuk menterjemahkan tiap satu titik air mata.
Mengurusi sepakbola di tanah air masih jauh dari yang namanya untung. Banyak klub profesional di tanah air ataupun di tingkat dunia pun yang terjebak dalam badai krisis , banyak pula pemilik klub di dataran eropa ataupun ditanah air yang sadar diri karena sudah tak kuat membiayai klubnya, akhirnya melego atau melakukan merger klubnya tersebut kepada pemodal yang berduit.
Apalagi kalau managemennya tidak menguasai ilmu managerial dengan bagus , maka uang segunung pun akan habis, entah kemana habisnya ? entah kenapa habisnya ? yang jelas potret tersebut acap kali menimbulkan fitnah dari orang-orang yang punya pemikiran sempit dan mengedepankan sentimen pribadi .
Untuk penyelamatan sebuah klub sepakbola dari sebuah krisis , sudah saatnya semua elemen tidak mengedepankan ego pribadi , tidak boleh merasa paling berjasa atau berkuasa, karena tidak menutup kemungkinan masih ada elemen lain yang punya jasa LEBIH besar namun tidak mau ditonjolkan.
Semua harus bersinergi, semua harus satu visi agar atmosfir sepakbolanya kembali sehat.
Mari kita semua meraba diri, siapa kita, siapa kamu , dan siapa aku yang semuanya harus bermuara pada satu visi agar semuanya tetap harmoni dalam irama kebersamaan. (****)

